Yang Kedua Kalinya

Bisa kita bayangkan betapa bahagianya ketika kita mendapatkan rejeki yang berulang-ulang. Misal mendapatkan undian berhadiah, selang beberapa minggu mendapatkan kiriman uang yang tidak disangka- sangka. Serasa Tuhan maha Baik dan Penyayang. Itu juga yang saya rasakan ketika hasil swab antigen saya menunjukkan hasil positif sars-cov 2 atau biasa disebut covid-19. Hmm… Nikmat mana yang kau dustakan? Seharusnya bulan ini saya sudah bisa divaksin karena sudah lebih dari tiga bulan sejak saya dinyatakan negatif dari virus sars cov-2, tapi Tuhan memberikan saya jalan lain dengan sekali lagi mengirimkan rejeki virus ini yang kembali bersarang di semesta saya. Bagi orang yang suka keramaian, mungkin di rumah saja selama 14 hari akan terasa membosankan. Beruntung saya terlahir dengan kepribadian yang sedikit berbeda. Saya tidak masalah berdiam diri dirumah. Itu akan menjadi momen untuk mengisi kembali tenaga saya. Sedikit mundur ke tiga bulan yang lalu, tepatnya di awal bulan maret, ketika pertama kali kami sekeluarga berkenalan dengan sars-cov 2. Itu menjadikan momen yang spesial untuk saya. Saya merasakan mengurus dua anak yang masih dibawah 6 tahun dan tidur di kamar bertiga karena istri saya isolasi di shelter Banguntapan. Memandikan mereka tiap hari, menyiapkan makan, bermain bersama, dan membuat roti bakar bersama membuat saya bisa tersenyum setiap saat. Apalagi saat anak pertama berkomentar, “wah papa ki pinter masak juga ya”. Perasaan seperti ini belum pernah saya rasakan dan sampai saat ini saya belum bisa mendeskripsikannya. Kembali ke hari dimana saya dinyatakan positif untuk yang kedua kalinya. Kesempatan kedua untuk berbagi ruang dan saling memahami. Untuk yang kali ini ada sedikit kekhawatiran yang berlebih, karena sehari sebelum saya merasakan tubuh saya mulai terpapar virus, Ibunda dari sahabat saya meninggal dunia dan dari hasil tes dinyatakan positif covid-19. Dengan gejala yang hampir sama dengan beliau tentu ada pikiran terburuk, sampai saya harus menghubungi istri saya dan memintanya untuk pulang lebih awal. Hari itu saya benar-benar berperang dengan pikiran dan virus yang masuk ke semesta saya. Saya atau lebih tepatnya kami, cukup beruntung bisa berkenalan dan membagi ruang dengan virus ini, serta mampu bertahan untuk terus melanjutkan hari. Virus ini mengajarkan betapa sebuah bentuk kehidupan punya tujuan yang sama yaitu bertahan hidup, diluar dari tujuan-tujuan lain. Bahwa bertahan hidup adalah hal yang paling fundamental. Untuk itu, saya sangat bersyukur karena diluar sana banyak yang kurang beruntung. Banyak yang harus bersusah payah bertahan hidup dan terus menjalani hari yang entah kapan akan normal kembali.


(Late Post) 

Tulisan ini dimuat juga dalam Buku Antologi Kisah SMADA Bercerita




Posting Komentar

0 Komentar